Sukses
tercapai oleh sebuah pola sederhana. Siapapun yang bisa menjalankan pola ini,
maka sukses jadi kenyataan. Siapa yang cepat menjalankan polanya, suksesnya pun
diraih cepat. Kondisi awal, memang berpengaruh, tapi tidak lebih menentukan
dari proses menjalankan polanya. Orang miskin dan orang kaya lebih cepat mana
meraih sukses? Bila hanya menghitung kondisi awal, maka orang kaya jawabannya.
Tapi penentunya bukan kondisi awal, tapi proses menjalankan polanya. Orang
miskin yang lebih cepat menjalankan pola sukses dari orang kaya, akan meraih
sukses lebih cepat pula.
Nah,
bagaimana pola sukses itu? Ada 5 tahap yang membentuk pola sukses, yaitu:
1. Keyakinan Diri yang Positif
Segalanya
berawal dari sini. Ini citra diri anda. Self image. Ini berkaitan dengan
bagaimana anda meyakini diri anda sendiri? Apakah anda manusia yang dilahirkan
untuk sukses atau untuk gagal? Anda orang baik atau orang buruk? Anda ganteng /
cantik atau buruk rupa? Anda layak kaya atau layak miskin? Anda merasa sebagai
orang kelas bawah, kelas menengah atau kelas atas? Ketika berhadapan dengan
orang lain, anda merasa diri anda di atas, sejajar atau di atasnya? Juga
berkaitan dengan anda merasa diri anda pengikut yang baik atau pemimpin yang
hebat? Merasa punya semua bakat dan potensi yang dibutuhkan atau tidak?
Nah,
kesuksesan diawali dari keyakinan positif atas diri sendiri. Anda yakin anda
dilahirkan untuk sukses. Anda orang baik. Anda ganteng / cantik. Anda layak
kaya dan menjadi orang kelas atas. Anda percaya diri berhadapan dengan orang
lain. Tidak rendah diri. Tidak juga sombong. Anda layak menjadi pemimpin hebat.
Anda pun yakin sekali anda dianugerahi bakat dan potensi yang cukup untuk
meraih sukses yang anda inginkan.
Kenapa
ini penting? Karena hanya orang yang yakin bahwa dirinya layak sukses yang akan
meraih sukses itu. Iya kan?
2. Melakukan Keharusan.
Langkah
kedua adalah melakukan keharusan. Dari keharusan yang mendasar dan sederhana
sampai melakukan keharusan yang sulit dan rumit. Keharusan – yang paling
sederhana sekalipun – biasanya tidak menyenangkan. Tapi sangat baik bila
dilakukan.
Keharusan
ini bersifat seperti imunisasi. Bayi harus diimunisasi. Ini sebuah keharusan.
Sakit rasanya, tapi menguatkan. Sedih melihatnya, tapi harus melakukannya.
Resiko lebih besar harus ditanggung bila keharusan ini tak dilakukan.
Setiap
orang harus bangun pagi-pagi. Setiap orang harus berolahraga. Setiap orang
harus makan makanan sehat dan bergizi. Setiap orang harus bisa mengurus dirinya
sendiri. Setiap orang harus bisa berpikir. Setiap orang harus bisa memecahkan
masalah. Setiap orang harus terus belajar. Itulah beberapa keharusan yang
mendasar.
Bila
anda karyawan, anda harus disiplin. Taat aturan. Betapa pun aturan itu membuat
anda kesal. Bila anda pebisnis, anda harus punya nilai lebih. Betapa pun
sulitnya memiliki nilai lebih itu. Bila anda atlet, anda harus keras berlatih.
Meski itu melelahkan.
Nah,
bisakah anda meraih sukses bila anda tak bisa melakukan keharusan anda?
Tidak!!! 100% tidak bisa sukses.
3. Membentuk Kebiasaan Positif.
Langkah
ketiga adalah hasil langkah kedua yang benar-benar jelas, terus dilakukan
berulang-ulang secara konsisten. Setiap orang harus bangun pagi. Maka pagi bisa
berarti pukul empat, lima, enam, tujuh, delapan atau bahkan sembilan. Bila anda
bangun tidur pukul empat di hari Senin, pukul tujuh di hari Selasa, pukul lima
di hari Rabu, pukul delapan di hari Kamis, maka anda baru melakukan keharusan.
Keharusan anda belum menjadi kebiasaan. Ketika anda secara konsisten – setiap
hari – bangun pukul empat, itulah kebiasaan. Sebuah kebiasaan positif harus
benar-benar jelas.
Ketika
melihat orang kecelakaan, anda sigap membantu. Anda melakukan keharusan anda.
Tapi hal ini tak terjadi setiap hari, kan? Maka ini bukan kebiasaan. Mematikan
lampu yang tak digunakan adalah keharusan. Selalu mematikan lampu yang tak
digunakan adalah kebiasaan. Nah, keharusan dan kebiasaan dibedakan oleh satu
kata saja : selalu. Satu kata yang benar-benar sangat menentukan.
Keyakinan
positif, Melakukan keharusan dan Membentuk kebiasaan positif adalah fondasi
sukses anda. Ia seperti batu, pasir dan semen dalam fondasi rumah. Salah satu
kurang, fondasi tak kuat. Rumah tak bisa dibangun di atas fondasi yang rapuh.
Sukses pun begitu. Hanya bisa diraih bila fondasinya kuat.
4. Membentuk Kebiasaan Produktif
Kebiasaan
produktif berbeda dengan kebiasaan positif. Kebiasaan positif berarti tidak
negatif, tidak merugikan, dan menyenangkan, tapi tidak menghasilkan kemajuan
secara langsung. Kesuksesan diraih secara langsung oleh kebiasaan produktif.
Membaca
buku itu positif. Apakah produktif? Tidak. Menulis buku lah yang produktif.
Hasilnya jelas sebuah buku. Anda mungkin berpendapat, membaca buku kan
menghasilkan pengetahuan. Jadi ada hasilnya. Ada produknya. Anda benar. Tapi
produknya masih di tahap mental, bukan fisikal. Maka bila baru di tahap mental,
belum bisa dikatakan produktif. Secara mental, anda bisa sangat paham tentang
penjualan. Produktif? Belum. Jadi produktif bila anda telah menjual sesuatu.
Dan sesuatu yang anda jual itu ada yang beli.
Apakah
ini membuat produktif lebih penting dari positif? Jelas tidak. Anda akan sangat
sulit untuk bisa produktif, bila anda tidak positif.
5. Berkompetisi.
Kebiasaan
produktif akan menghantarkan anda pada sukses. Tetapi untuk bisa bertahan dalam
kesuksesan, anda harus siap dan mampu berkompetisi. Tanpa ini, sukses hanya
sekejap. Orang sukses adalah orang yang senang berkompetisi. Bersemangat ketika
ada saingan. Terpacu ketika ada lawan. Tetap rendah hati ketika menang. Segera
bangkit ketika dikalahkan. Maka keyakinan, pelaksanaan keharusan, kebiasaan
positif dan kebiasaan produktif benar-benar diuji. Inilah ujian sebenarnya dari
sebuah kesuksesan.
"Meraih sukses sulit.
Mempertahankan kesuksesan jauh lebih sulit. Maka sadari lah bahwa semua
kesulitan itu memang sebuah kelayakan untuk orang hebat seperti anda"
Bagaimana dengan kegagalan? Ternyata, gagal pun
membentuk sebuah pola.
Pola
yang berkebalikan dari pola sukses. Berarti orang gagal itu:
1.
Keyakinan pada dirinya sendiri negatif.
2.
Tidak melakukan keharusannya, malah asyik melakukan kesenangan.
3.
Terbentuk kebiasaannya yang negatif.
4.
Terbentuk kebiasaannya yang merusak.
5.
Menyerah kalah sebelum berkompetisi.
Nah,
ini jadi bahan introspeksi kita bersama. Berada di pola mana hidup kita? Pola
sukses atau pola gagal? Berada di tahap mana pada pola tersebut?
*dan pada akhirnya adalah bahwa kepuasan bathin dari pribadi-pribadi yang berjuang itulah penilaian kesuksesan yang paling murni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar